Sabtu, 21 November 2009

sejarah paris van java


Paris van java ?
paris van java adalah sebutan bagi kota bandung yang dulu adalah kota yang mirip sekali dengan kota paris . nah sebutan ini ibart paris yang brada di pulau jawa . kota yang sejuk dan tidak terlalu panas menjadi kota yang nikmat untuk di huni pada masa belanda kota ini di terkenal sebagai kota fashion dan jajan .Selain itu masih banyak hal-hal lain tempo dulu yang mesti kita pelajari dan lestarikan , karena itu adalah warisan dan aset wisata  .
Kota Bandung dipetakan pertama kali pada tahun 1825 dalam Rencana Tata Kota yang disebut Plan der Nagorij Bandong.
Peta Bandung mencantumkan letak delapan bangunan yang telah berdinding batu, yaitu :
  • Rumah Bupati Bandung
  • Administratur Perkebunan Kopi di Bandung
  • Tumenggung Bandung
  • Patih Pesanggerahan Bandung
  • Rumah Pelukis Belgia A.A.J. Payen di Tengah Kota Bandung
  • Tangsi Tentara di Bandung
  • Mesjid Agung Bandung
Kota Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat pada koordinat 6 s/d 7 derajat LS dan 107-108 derajat Bujur Timur . Letaknya di sebuah dataran tinggi yang dikelilingi dengan pegunungan dan perbukitan yang berketinggian rata-rata 1200 m dari permukaan laut.
Dataran tinggi Bandung semula merupakan Kaldera Gunung Purba Sunda yang kemudian menjadi Danau Purba Bandung. Kota Bandung berdiri di atas ketinggian 625 - 775 m dpl. Bagian selatan kota terletak di tepi dataran tinggi dan bagian utaranya membentang di lereng perbukitan.
Tanggal 25 September 1810 merupakan waktu terealisasinya perintah Gubernur Jendral Hindia Belanda H.W. Daendels kepada Bupati Tata Ukur (Nama Bandung dahulu) R.A. Wiranata Koesoma II (1794-1829) untuk memindahkan ibu kota Kabupaten Tata Ukur dari Krapyak (Baleendah kabupaten Bandung sekarang) ke arah utara sejauh 11 km, ke tepi Grote Postweg (Jalan Raya Pos) yaitu di dekat perpotongan Grote Postweg dan Sungai Cikapundung.
Bupati R.A. Wiranatakoesoemah II langsung memimpin rakyat Tatar Ukur (bandung baheula) dalam pelaksanaan pembangunan kota, sehingga dia dikenal dengan julukan Dalem Kaum, yaitu tokoh pendiri Kota Bandung. Ibu Kota Kabupaten yang baru ini diberi nama Bandong. Kemudian, berdasarkan sebuah bisluit pemerintah Hindia Belanda tanggal 25 September 1810, Kota Bandong dinyatakan sebagai ibu kota Kabupaten Bandung, sehingga hari jadi kota Bandung dirayakan pada setiap tanggal 25 september.
Pembangunan fisik Kota Bandung pada masa pemerintahan Bupati R.A. Wiranatakoesomah II (1794-1829) dikenal dengan julukan Dalem Karanganyar masih dalam bentuk yang masih sederhana. Kemajuan pembangunan kota mulai lebih terlihat pada masa pemerintahan R.A. Wiranatakoesomah IV (1846-1874) dikenal dengan julukan Dalem Bintang.
Perubahan besar wajah kota Bandung terjadi pada masa bupati R.A.A. Martanegara (1893-1918). Rumah-rumah beratap rumbia mulai diganti dengan atap genting, dan kota Bandung berkembang sangat cepat,beliau pun dijuluki sebagai bapak pembangunan kota Bandung.
Terdapat 2 perkiraan asal mulanya penamaan kota bandung. 
Pertama adalah dari kata "bandung" yang dalam bahasa sunda artinya membendung sebuah aliran air. Pembendungan sungai Citarum memang terjadi akibat letusan Gunung Tangkuban Parahu, alirah lahar gunung itu menyumbat sungai Citarum sehingga membentuk telaga yang luas. 
Kedua, dari kata "ngabandungan" yang artinya berhadapan atau berdampingan, Talaga Purba Bandung bila dilihat dari Gunung Tangkubang Parahu akan seperti 2 danau yang berhadapan karena adanya penyempitan tepi danau di daerah Cimahi Selatan.
Daerah terkenal di Bandung 




Kota Bandung memiliki 2 identitas yang bertaraf internasional, yaitu :
1) gedung sate
2) kawasan braga
 Arsitektur Kota

Dr.H.P. Berlage (1923), seorang arsitek kenamaan Belanda, menilai gedung sate merupakan een groots werk (sebuah karya besar).
Kawasan Braga sudah dikenal para wisatawan asing masa Hindia Belanda dan merupakan salah satu unsur yang menjadikan Kota Bandung menerima julukan Parijs Van Java. Kawasan braga sempat dijuluki De meest Eropeesche Winkelstraat Van Indie (Komplek Pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda)
Bandung, sebagai salah satu kota penting di Indonesia, tercata memiliki sejarah perkembangan arsitektur bangunan yang sangat pesat pada masa Hindia Belanda.
Beragam jenis arsitektur bangunan terdapat di kota ini, yang menjadikan Bandung pantas disebut sebagai Laboratorium Arsitektur Bangunan Indonesia. Para arsitek terkemuka tempo doeloe banyak melakukan eksperimen bentuk arsitektur bangunan di kota ini.
Arsitek-arsitek terkemuka dari era Hindia Belanda, antara lain, A.F.Aalbers, F.W.Brinkman, Edward Cuypers,Ir.H.Maclaine Point, Ir.C.P.Wolff Schoemaker,Ir.R.L.A. Schoemaker, Ir.J.Van Gendt, Ir.J.Gerber, dan masih banyak lagi. Peninggalan karya arsitektur mereka merupakan bangunan-bangunan bernilai seni tinggi.
Namun patut disesali, bahwa kondisi yang ada sekarang memperlihatkan kenyataan banyak bangunan karya para arsitek terkemuka tersebut telah berubah bentuk bahkan dimusnahkan, ditambah lagi masyarakat Bandung seolah tidak peduli dengan keadaan ini .

  ITB tempo dulu...


Aula Barat TH ketika sedang dalam tahap Konstruksi (1919)
Pemilihan lokasi kampus Techische Hoogeschool (TH; sekarang ITB) di Hoogeschoolweg (Jl. Ganesha) merupakan sebuah keputusan yang tepat. Udara di kawasan utara kota Bandung ini sejuk dan sangat ideal untuk lingkungan pendidikan.


Aula Barat Instetut Teknologi Bandung
ITB 1980-an)
TH dibangun berdasarkan rancangan arsitek Ir. Hendri Maclaine Pont pada tahun 1918. Peresmiannya terjadi pada tahun 1920. Karel Albert Rudolf Bosscha, yang dikenal sebagai Raja Teh Malabar , adalah salah seorang tokoh pendiri TH.


Aula Barat Techische Hoogeschool - TH (1930-an)
Arsitektur bangunan ini merupakan contoh yang sangat baik dari penerapan unsur lokal, baik dalam gaya arsitektur dan dalam penggunaan bahan material lokal-nya. Keduanya dipadukan dengan gaya arsitektur dan konstruksi Barat (Eropa). Perpaduan yang menghasilkan suatu gaya arsitektur vernakular.
H.P.Berlage, seorang arsitek terkenal Belanda, memuji rancangan bangunan TH di tengah maraknya beragam bentuk bangunan bergaya arsitektur jiplakan bentuk arsitektur Eropa di Belanda, yang belum tentu tepat diterapkan di alam tropis, kehadiran gedung TH diharapkan dapat menjadi inspirasi arsitek lain supaya lebih memperhatikan unsur lokal.

Gedung Rektor ITB di Sulanjana
H.P.Berlage, seorang arsitek terkenal Belanda, memuji rancangan bangunan TH di tengah maraknya beragam bentuk bangunan bergaya arsitektur jiplakan bentuk arsitektur Eropa di Belanda, yang belum tentu tepat diterapkan di alam tropis, kehadiran gedung TH diharapkan dapat menjadi inspirasi arsitek lain supaya lebih memperhatikan unsur lokal.


Aula Barat Institut Teknologi Bandung - ITB (1970-an)

 Gedung SMA tempo dulu ....
 


Gouvernements HBS (Hogere Burger School) di Bilitonstraat pada tahun 1920-an
Gouvernements HBS (Hogere Burger School) terletak di Bilitonstraat (SMAN 3 Jl Belitung). Gedung yang diarsiteki oleh Ir.C.P. Wolff Schoemaker ini dibangun pada tahun1916.

Gedung SMAN 3 Bandung
Arsitektur bangunan sudah mulai mengadopsi unsur-unsur lokal, tampak pada atap model arsitektur tropis yang dikombinasikan dengan unsur Barat, berupa lantern (bangunan kecil) di atap utama yang saat ini sudah tidak ada.


Gedung HBS Van de Zuster Ursulinen (1920-an)

Gedung SMP dan SMA Santa Angela (2000)
HBS van Zuster Ursulinen (St. Ursula School) terletak di Merdikaweg yang merupakan SMP-SMA Katolik. Gedng ni dibangun berdasarkan rancangan Biro Arsitek Hulswit Fermont & Cuypers Dikstaal pada tahun 1922.
Bangungan gedung beratap dua tumpuk mempunyai pintu masuk di tengah bangunan seperti pada gedung SMAN 3.



 Masjid agung tempo dulu .....


Mesjid Agung dan Alun-alun pada awal tahun 1850
Sejak didirikan, Mesjid Agung di pusat kota telah mengalami delapan kali perombakan. Tiga Perombakan terjadi pada abad ke-19, dan lima kali terjadi pada abad ke-20.
Pada mulanya sekitar tahun 1812, Mesjid Agung hanya berbentuk bangunan panggung tradisional yang terbuat dari bambu dan beratap rumbia. Menurut catatan Dr.Andries de Wilde, tuan tanah di Bandung (1830), Mesjid Agung berhadap-hadapan dengan Bale Bandong. Letak Mesjid di sebelah barat, dan Bale Bandong di sebelah timur. Dinding bilik dan bambu Mesjid Agung diganti bangunan kayu pada tahun 1826.

Mesjid Agung sudah beratap tumpuk tiga tetapi belum dilengkapi menara. Alun-alun masih berupa lapangan kosong (1920-an)

Mesjid Agung tahun 1930
Lingkungan Alun-alun dirombak pada tahun 1850. Demi meningkatkan kualitas bangunan Mesjid Agung, dinding bangunan mesjid mulai menggunakan tembok dan beratap genteng. Pada tahun 1900, mesjid ini dirubah menjadi berbentuk persegi empat dan beratap susun tiga tumpuk yang juga dilengkap dengan mihrab, bedug, kentongan, dan kolam namun belum memiliki menara .
Pada tahun 1930, Mesjid Agung dilengkap dengan serambi depan dan sepasang menara pendek di kiri kanan bangunan berdasarkan rancangan arsitek Maclaine Pont.

Mesjid Agung mengalami perombakan besar ketika menjelang Konfrensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Perubahan drastik tampak pada atapnya Atap tumpuk yang dipakai sejak tahu 1850 diubah menjadi model atap bawang bergaya timur tengah. Kedua menara kecil dibongkar, serambinya diperluas dan ruang panjang di kiri dan kanan masjid dijadikan satu dengan bangunan induk. Sebuah menara tunggal didirikan di halaman depan mesjid sebelah selatan.
Mejid Agung mengalami perombakan lagi pada tahun 1970. Bangunannya diperluas dan dibangun bertingkat. Atap diganti model joglo, dan sebuah jembatan dibangun untuk menghubungkan Mesjid Agung dan Alun-Alun.

Mesjid Agung pada akhir tahun 1950-an
Pada akhir tahun 1980-an, Mesjid Agung mengalami sedikit perubahan wajah bangunan, yaitu dengan penambahan dinding vertikal berhiaskan batu granit. Mesjid Agung merupakan bangunan yang sangat penting di lingkungan Alun-alun karena masyarakat Priangan sangat taat dalam menjalankan Ibadah, sehingga mesjid merupakan pusat kegiatan spiritual yang keberadaannya merupakan suatu keharusan. Mesjid ini merupakan tempat masyarakat beraktivitas sholat berjamaah,belajar mengaji, dan berinteraksi sosial melalui ceramah dan diskusi agama, memperingati hari keagamaan dan melaksanakan akad nikah.

Sarana olahraga di Bandung

Bandung Cricket Club yang menginformasikan waktu untuk latihan dan pertandingan permainan Cricket di Lapangan NIAU. (1930-an)


Lapangan Nederlands Indie Atheltiek Unie-NIAU dan
lapangan tenis di sebelah barat Saparuaweg (1930-an)

Lapangan NIAU sebagai tempat untuk upacara (1930-an)


Lapangan NIAU sebagai tempat bermain anak-anak (1920-an)
Lapangan Nederlands Indie Athletiek Unie (NIAU); sekarang gelora saparua yang terletak di Menadostraat sekarang Jln Aceh. yang dapat dikatakan sebagai lapangan tertua di kota Bandung. Lapangan ini terletak di seberang kompleks Jaarbeurs dan menurut perkiraan dibangun bersamaan dengan lapangan tenis di sebelah barat NIAU, di seberang Saparuaweg (1910). Lapangan NIAU bukan hanya untuk penyelenggaraan olah raga atletik, tetapi juga untuk senam masal, baseball, dan cricket. Upacara-upacara untuk mengawali pembukaan resmi suatu kegiatan sering juga diselenggarakan di lapangan ini, selain untuk tempat bermain anak-anak.

Lapangan Gelora Saparua saat ini


Nasib lapangan golf Andir (1930-an) tidak dapat ditelusuri lagi
setelah tahun 1941


Lapangan NIAU sebagai tempat untuk upacara (1930-an)


Lapangan NIAU sebagai tempat bermain anak-anak (1920-an)
Sepak bola mulai dikenal di Bandung pada tahun 1900. Jenis olah raga ini diselenggarakan di Alun-alun Bandung hingga tahun 1905, sebab lapangan khusus untuk permainan sepak bola belum tersedia pada waktu itu. Setelah pelarangan penggunaan Alun-alun sebagai tempat bermain sepak bola, maka arena sepak bola pindah ke Lapangan Gemeente (sekarang lapangan parkir Balai Kota). Penggunaan Geemente itu tidak berlangsung lama, karena dianggap menimbulkan kebisingan bagi gereja Bethel di Logeweg (sekarang Jln.Wastukencana bagian selatan) dan Gereja Katolik St Pieter (katedral)di Merdikaweg (skr jalan merdeka). Klub-klub sepak bola dan para pemainnya lalu memindahkan kegiatannya ke lapangan Javastraat (lahan kosong di antar javastraat, rel kereta api, soematrastraat dan soendastraat). Pada tahun 1914, Residen priangan tidak mengizinkan lapangan javastraat disewakan sebag lapangan sepak bola. Alun-alun Bandung kembali dipergunakan sebagai lapangan sepak bola pada tahun 1914-1921.

Lapangan sepak bola milik Uni (1920-an) di Karapitanweg
(Jln Karapitan) yang sekarang tidak tururus, walaupun
klub sepak bola Uni masih ada hingga sekarang

Lapangan sepak bola milik Klub Sepak Bola Sidolig (1920-an)

Lapangan Sidolig sekarang menjadi Stadion PERSIB (2004)
Klub sepak bola tertua di Bandung, antara lain BVC (Bandoengsche Voetbal Club, 1900), Uni (Uitspaning Na Inspaning-bersenang senang lah setelah bekerja keras) yang didirikan 28 februari 1903, tahun 1950 an diartikan sebagai Usaha Nanti Istirahat, Sidolig (Sport in de Openlucht is Gezond - Olah raga di udara terbuka adalah sehat, 1905), Sparta,Luno dan Velocitas.
Uni membangun lapangan sepak bola sendiri pada tahun 1924 di karapitanweg (skr Jln karapitan) dan disusul oleh Sidolig di Grote Postweg (skr Jl. A.Yani) yang saat ini menjadi stadion Persib.
Voetbalclub orang Belanda tergabung dalam Bandoengsche Voetbal Bond (BVB- Persatuan Sepak Bola Bandoeng) yang merupakan anggota Nederlands Indische Voetbal Bond (NIVB - persatuan Sepak Bola Seluruh India Belanda). BVB menjadi juara sepak bola seluruh Hindia Belanda pada tahun 1933, 1934 dan 1936.
Ikatan Voetbalclub pribumi adalah Bandoeng Indische Voetbal Bond (BIVB) dan Nationaal Voetbal Bond (NIVB). pada tanggal 29 April 1930 BIVB dan NVB digabung menjadi Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung (PSIB), yang akhirnya diganti menjadi PERSIB. karena Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) hanya menerima sebuah klub saja untuk menjadi anggotanya di setiap kota. Persib menjadi juara PSSI pada tahun 1950,1961,1987,1991, selain menjadi juara Kompetisi Sepak Bola Lingga Indonesia (Dunhill) pertama pada tahun 1995.
Lapangan sepakbola utama Bandung sekarang berada di Stadion Siliwangi. Stadion Siliwangi semula merupakan lapangan sepak bola milik Perkumpulan Sepak Bola Sparta yang didirikan pada tahun 1930-an di Lombokstraat (Jln.Lombok). Pada awal tahun 1960-an, lapangan ini dibangun menjadi stadion yang kemudian dipugar pada tahun 1975 dan 1984.

Menado Plein yang luas dibatasi oleh Menadostraat di utar, Noorder Magazynstraat di selatan, Lombokstraat dan Bankstraat di barat, dan Kampemenstraat di timur (sekarang stadion Siliwangi, Lapangan golf dan gedung Ajudan Jendral) merupakan tempat latihandan olah raga militer Hindia Belanda



Lapangan Alun-alun Bandung sering juga dipergunakan untuk perlombaan olah raga panahan tradisional (1920-an). Para pemanah duduk bersila dan sasaran berupa bola berbagai ukuran, yang terkecil bagian atas dan yang terbesar bagian paling bawah, digantung sekitar 100 m di depan setiap pemanah. Lapangan panahan lainnya adalah Daendels plein di Daendelsweg (skr Jln. Jakarta), tempat penyelenggaraan panahan tradisional hingga tahun 1950-an.




Lahan cikal bakal Lapangan Gasibu masih berupa lahan terbuka
yang digenangi air ketika Gedung Sate selesai dibangun (1924)
Nama Lapangan Gasibu (Wilhelmina Plein) diganti menjadi Lapangan Diponegoro (1950-an), kemudian menjadi Lapangan Gabungan Sepak Bola Indonesia Bandung Utara - Gasibu. Lapangan Gasibu sempat menjadi tempat pemukiman liar sebelum dipindahkan ke daerah Sukaluyu (1960-an). Lapangan Gasibu sekarang menjadi tempat untuk upacara dan olah raga. Lapangan ini terletak di seberang utara Gedung Sate.



Lapangan Gasibu (1980-an) telah menjadi lapangan
olah raga dan rekreasi

Gedung olah raga di Lapangan Olah Raga Balistraat (Jl Bali)
di selatan kolam renang Centrum (1920-an)


Gedung olah raga di Jalan Bali (2004)

Lapangan tenis di taman Maluku (2004)

2 komentar: